
Desti Dinasari
Hallo, Nama saya Desti. Mahasiswa Pendidikan Fisika Universitas Jambi. Semoga postingan saya bermanfaat :)
Sabtu, 11 Januari 2014
Rabu, 08 Januari 2014
Makalah Dasar-dasar MIPA
MAKALAH DASAR-DASAR MIPA
PERMASALAHAN DALAM PENGGELOLAAN
DANA BOS (Bantuan Operasional Sekolah)

DISUSUN OLEH:
DESTI DINASARI
A1C312003
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Meningkatnya
kebutuhan dalam pendidikan, mendorong pemerintah Indonesia menyalurkan berbagai
bantuan demi kelangsungan pendidikan di Indonesia, salah satunya adalah dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana bantuan operasional Sekolah (BOS)
diperuntukkan bagi setiap sekolah tingkat dasar di Indonesia dengan tujuan
meningkatkan beban biaya pendidikan demi tuntasnya wajib belajar sembilan tahun
yang bermutu.
Namun
kebijakan Dana BOS bukan berarti behentinya permsalahan pendidikan, masalah
baru muncul terkait dengan penyelewengan dana BOS, dan ketidakefektifan
pengelolan dana BOS, tujuan dari pemerintah sendiri baik, namun terkadang
sistem yang ada menjadi bumerang dan mnghadirkan masalah baru, selain itu
pribadi dan budaya manusia Indonesia ikut berpengaruh terhadap penyelewengan
dan ketidakefektifan pengelolaan dana BOS. Oleh karena itu dibutuhkan kerja
sama semua elemen dalam mewujudkan efektifitas pengelolaan dana BOS.
Oleh
karena itu, kami memilih untuk mengangkat masalah pengelolaan dana BOS serta
permasalahannya, sehingga mudah-mudahan makalah kecil ini bisa memberikan
gambaran bagi para pembaca terkait dengan pengelolaan dana BOS serta
permaslahannya, solusi yang muncul bukan berarti solusi terbaik, ini hanyalah
sedikit sumbangan pemikiran dari kami untuk perkembangan pendidikan di
Indonesia.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Beberapa rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini,
rumusan tersebut diantaranya:
- Apa permasalah yang muncul dalam pengelolaan dana bos?
- Apa penyebab dari timbulnya permasalahan tersebut?
- Bagaimana akibat dari permasalahan tersebut?
- Bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut?
1.3 TUJUAN
PENULISAN
Makalah
ini kami susun dengan tujuan untuk :
- Mengetahui pengertian dan landasan-landasan umum program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
- Agar dapat mengetahui bagaimana realisasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
- Dapat memahami kondisi-kondisi dunia pendidikan khususnya di tingkat dasar.
- Agar dapat mempelajari kasus-kasus yang terjadi di dunia pendidikan yang muncul di lapangan.
1.4 MANFAAT
PENULISAN
Saya berharap makalah ini bisa memberikan
manfaat baik bagi penyusun dan juga pembaca pada umumnya, diantaranya :
- Untuk menambah wawasan tentang program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
- Dapat mempelajari kasus-kasus yang terjadi di dunia pendidikan khususnya mengenai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
- Dapat mengetahui penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang terjadi.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
2.1 Latar Belakang Dana
BOS
Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
merupakan pengembangan lebih lajut dari Program Jaring Pengaman Sosial (JPS)
Bidang Pendidikan, yang dilaksanakan pemerintah pada kurun 1998-2003, dan
Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM yang dilaksanakan dalam kurun
2003-2005. BOS dimaksudkan sebagai subsidi biaya operasional sekolah kepada
semua peserta didik wajib belajar, yang untuk tahun 2009 jumlahnya mencapai
26.866.992 siswa sekolah dasar, yang disalurkan melalui satuan pendidikan.
Dengan Program BOS, satuan pendidikan diharapkan tidak lagi memungut biaya
operasional sekolah kepada peserta didik, terutama mereka yang miskin.
Pendidikan merupakan salah satu
kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang.
Namun, sampai dengan saat ini masih banyak orang miskin yang memiliki
keterbatasan akses untuk memperoleh pendidikan bermutu, hal ini disebabkan
antara lain karena mahalnya biaya pendidikan. Disisi lain, Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap
warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yang dikenal
dengan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Konsekuensi dari
hal tersebut maka pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh
peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/Mts serta satuan
pendidikan yang sederajat).
Kenaikan harga BBM beberapa tahun
belakangan dikhawatirkan akan menurunkan kemampuan daya beli penduduk miskin.
Hal tersebut dapat menghambat upaya penuntasan Program Wajib Belajar Pendidikan
Dasar Sembilan Tahun, karena penduduk miskin akan semakin sulit memenuhi
kebutuhan biaya pendidikan.
Seiring meningkatnya beban subsidi
BBM yang harus dibayar pemerintah karena semakin meningkatnya harga minyak
dunia, pada bulan Maret dan Oktober 2005 Pemerintah melakukan pengurangan
subsidi BBM secara drastis. Hal ini berdampak pada sektor kesehatan yang
ditandai dengan semakin rendahnya daya tawar masyarakat untuk melakukan
pengobatan atas penyakit yang dideritanya, serta berdampak pada sektor
pendidikan yang ditandai antara lain dengan banyaknya siswa putus sekolah karena
tidak memiliki biaya untuk melanjutkan sekolah serta ketidakmampuan siswa
membeli alat tulis dan buku pelajaran dalam rangka mengikuti kegiatan
belajar-mengajar di sekolah. Guna memperkecil dampak kenaikan harga BBM di
sektor pendidikan, Masyarakat yang langsung merasakan dampak kenaikan harga BBM
berupa melambungnya berbagai kebutuhan pokok, kesehatan, dan pendidikan adalah
masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Dalam rangka mengatasi dampak
kenaikan harga BBM tersebut Pemerintah merealokasikan sebagian besar
anggarannya ke empat program besar, yaitu program pendidikan, kesehatan,
infrastruktur pedesaan, dan subsidi langsung tunai (SLT).
Salah satu program di bidang
pendidikan adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang menyediakan bantuan
bagi sekolah dengan tujuan membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak
mampu dan meringankan beban bagi siswa yang lain dalam rangka mendukung
pencapaian Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.
Melalui program ini, pemerintah
pusat memberikan dana kepada sekolah-sekolah setingkat SD dan SMP untuk
membantu mengurangi beban biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh orangtua
siswa. BOS diberikan kepada sekolah untuk dikelola sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan pemerintah pusat. Besarnya dana untuk tiap sekolah ditetapkan
berdasarkan jumlah murid.
2.2 Mekanisme Pencairan BOS
Pengalokasian/pencairan dana BOS
dilaksanakan sebagai berikut:
- Tim Manajemen Pusat mengumpulkan data jumlah siswa tiap sekolah melalui Tim Manajemen BOS Provinsi, kemudian menetapkan alokasi dana BOS tiap provinsi.
- Atas dasar data jumlah siswa tiap sekolah, Tim Manajemen BOS Pusat membuat alokasi dana BOS tiap provinsi yang dituangkan dalam DIPA provinsi.
- Tim Manajemen BOS Provinsi dan Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota melakukan verifikasi ulang data jumlah siswa tiap sekolah sebagai dasar dalam menetapkan alokasi di tiap sekolah.
- Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota menetapkan sekolah yang bersedia menerima BOS melalui Surat Keputusan (SK). SK penetapan sekolah yang menerima BOS ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Dewan Pendidikan. SK yang telah ditandatangani dilampiri daftar nama sekolah dan besar dana bantuan yang diterima (Format BOS-02A dan Format BOS-02B). Sekolah yang bersedia menerima BOS harus menandatangani Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB).
- Tim Manajemen BOS Kab/Kota mengirimkan SK alokasi BOS dengan melampirkan daftar sekolah ke Tim Manajemen BOS Provinsi, tembusan ke Bank/Pos penyalur dana dan sekolah penerima BOS.
2.3 Penggunaan Dana BOS
Penggunaan dana BOS di sekolah harus
didasarkan pada kesepakatan dan keputusan bersama antara Tim Manajemen BOS
Sekolah, Dewan Guru, dan Komite Sekolah yang harus didaftar sebagai salah satu
sumber penerimaan dalam RKAS/RAPBS, di samping dana yang diperoleh dari Pemda
atau sumber lain yang sah. Hasil kesepakatan penggunaan dana BOS (dan dana
lainnya tersebut) harus dituangkan secara tertulis dalam bentuk berita acara
rapat yang dilampirkan tanda tangan seluruh peserta rapat yang hadir.
Dari seluruh dana BOS yang diterima
oleh sekolah, sekolah wajib menggunakan sebagian dana tersebut untuk membeli
buku teks pelajaran atau mengganti yang telah rusak. Buku yang harus dibeli
untuk tingkat SD adalah buku mata pelajaran Pendidikan Agama, serta mata pelajaran
Seni Budaya dan Keterampilan, sedangkan tingkat SMP adalah buku mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial dan mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Adapun dana BOS selebihnya digunakan
untuk membiayai kegiatan-kegitan berikut:
- Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, yaitu biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang, pembuatan spanduk sekolah gratis, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut (misalnya untuk fotocopy, konsumsi panitia, dan uang lembur dalam rangka penerimaan siswa baru, dan lainnya yang relevan).
- Pembelian buku referensi dan pengayaan untuk dikoleksi di perpustakaan (hanya bagi sekolah yang tidak menerima DAK).
- Pembelian buku teks pelajaran lainnya (selain yang wajib dibeli) untuk dikoleksi di perpustakaan.
- Pembiayaan kegiatan pembelajaran remedial, pembelajaran pengayaan, pemantapan persiapan ujian, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja, unit kesehatan sekolah, dan sejenisnya (misalnya untuk honor jam mengajar tambahan di luar jam pelajaran, biaya transportasi dan akomodasi siswa/guru dalam rangka mengikuti lomba, fotocopy, membeli alat olahraga, alat kesenian, perlengkapan kegiatan ekstrakulikuler, dan biaya pendaftaran mengikuti lomba).
- Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah, dan laporan hasil belajar siswa (misalnya untuk fotocopy/penggandaan soal, honor koreksi ujian, dan honor guru dalam rangka penyusunan rapor siswa).
- Pembelian bahan-bahan habis pakai seperti buku tulis, kapur tulis, pensil, spidol, kertas, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran/majalah pendidikan, minuman dan makanan ringan untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah, serta pengadaan suku cadang alat kantor.
- Pembiayaan langganan daya dan jasa, yaitu listrik, air, telepon, internet, termasuk untuk pemasangan barujika sudah ada jaringan di sekitar sekolah. Khusus di sekolah yang tidak ada jaringan listrik, dan jika sekolah tersebut memerlukan listrik untuk proses belajar mengajar di sekolah, maka diperkenankan untuk membeli genset.
- Pembiayaan perawatan sekolah, yaitu pengecetan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mebeler, perbaikan sanitasi sekolah, perbaikan lantai ubin/keramik, dan perawatan fasilitas sekolah lainnya.
- Pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer. Untuk sekolah SD diperbolehkan untuk membayar honor tenaga yang membantu administrasi BOS.
- Pengembangan profesi guru seperti pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS. Khusus untuk sekolah yang memperoleh hibah/block grant pengembangan KKG/MGMP atau sejenisnya pada tahun anggaran yang sama tidak diperkenankan menggunakan dana BOS untuk peruntukan yang sama.
- Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang menghadapi masalah biaya transport dari dan ke sekolah. Jika dinilai lebih ekonomis, dapat juga untuk membeli alat transportasi sederhana yang akan menjadi barang inventaris sekolah (misalnya sepeda, perahu penyebrangan, dll).
- Pembiayaan pengelolaan BOS seperti alat tulis kantor (ATK), penggandaan, surat-menyurat, insentif bagi bendahara dalam rangka penyusunan laporan BOS dan biaya transportasi dalam rangka mengambil dana BOS di Bank/PT Pos.
- Pembelian komputer dekstop untuk kegiatan belajar siswa, maksimum 1 set untuk SD dan 2 set untuk SMP, pembelian 1 unit printer, serta kelengkapan komputer seperti hard disk, flash disk, CD/DVD, dan suku cadang komputer/printer.
- Jika komponen 1 s.d 13 di atas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran, mesin ketik, mebeler sekolah, dan peralatan untuk UKS. Bagi sekolah yang telah menerima DAK, tidak diperkenankan menggunakan dana BOS untuk peruntukan yang sama.
Penggunaan dana BOS untuk
transportasi dan uang lelah bagi guru PNS diperbolehkan hanya dalam rangka
penyelenggaraan suatu kegiatan sekolah selain kewajiban jam mengajar. Besaran
atau satuan biaya untuk transportasi dan uang lelah guru PNS yang bertugas di
luar jam mengajar tersebut harus mengikuti batas kewajaran. Pemerintah Daerah
wajib mengeluarkan peraturan tentang batas kewajaran tersebut di daerah
masing-masing dengan mempertimbangkan faktor sosial ekonomi, faktor geografis
dan faktor lainnya.
BAB III
PERMASALAHAN PENGELOLAAN DANA BOS DAN SOLUSINYA
3.1 Deskripsi Masalah
Mulai pertengahan 2010, kemendiknas
mulai menggunakan mekanisme baru penyaluran dana BOS. Dana BOS tidak lagi
langsung ditransfer dari bendahara negara ke rekening sekolah, tetapi
ditransfer ke kas APBD selanjutnya ke rekening sekolah.
Kemendiknas beralasan, mekanisme
baru ini bertujuan untuk memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah
daerah dalam penyaluran dana BOS. Dengan cara ini, diharapkan pengelolaan
menjadi lebih tepat waktu, tepat jumlah, dan tak ada penyelewengan. Harus
diakui, masalah utama dana BOS terletak pada lambatnya penyaluran dan
pengelolaan di tingkat sekolah yang tidak transparan. Selama ini, keterlambatan
transfer terjadi karena berbagai faktor, seperti keterlambatan transfer oleh
pemerintah pusat dan lamanya keluar surat pengantar pencairan dana oleh tim
manajer BOS daerah.
Akibatnya, kepala sekolah harus
mencari berbagai sumber pinjaman untuk mengatasi keterlambatan itu. Bahkan, ada
yang meminjam kepada rentenir dengan bunga tinggi. Untuk menutupi biaya ini,
kepsek memanipulasi surat pertanggungjawaban yang wajib disampaikan setiap
triwulan kepada tim manajemen BOS daerah. Ini mudah karena kuitansi kosong dan
stempel toko mudah didapat.
Kepsek memiliki berbagai kuitansi
kosong dan stempel dari beragam toko. Kepsek dan bendahara sekolah dapat
menyesuaikan bukti pembayaran sesuai dengan panduan dana BOS, seakan- akan
tidak melanggar prosedur.
Tidaklah mengherankan apabila
praktik curang dengan mudah terungkap oleh lembaga pemeriksa, seperti Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. Ibarat
berburu di kebun binatang, BPK dengan mudah membidik dan menangkap buruan. BPK
dengan mudah menemukan penyelewengan dana BOS di sekolah.
BPK Perwakilan Jakarta, misalnya,
menemukan indikasi penyelewengan pengelolaan dana sekolah, terutama dana BOS
tahun 2007-2009, sebesar Rp 5,7 miliar di tujuh sekolah di DKI Jakarta.
Sekolah-sekolah tersebut terbukti memanipulasi surat perintah jalan (SPJ)
dengan kuitansi fiktif dan kecurangan lain dalam SPJ.
Contoh manipulasi antara lain
kuitansi percetakan soal ujian sekolah di bengkel AC mobil oleh SDN 012 RSBI
Rawamangun. SPJ dana BOS sekolah ini ternyata menggunakan meterai yang belum
berlaku. Bahkan lebih parah lagi, BPK tidak menemukan adanya SPJ dana BOS 2008
karena hilang tak tentu rimbanya.
Berdasarkan audit BPK atas
pengelolaan dana BOS tahun anggaran 2007 dan semester I 2008 pada 3.237 sekolah
sampel di 33 provinsi, ditemukan nilai penyimpangan dana BOS lebih kurang Rp 28
miliar.
Penyimpangan terjadi pada 2.054 atau
63,5 persen dari total sampel sekolah itu. Rata-rata penyimpangan setiap
sekolah mencapai Rp 13,6 juta. Penyimpangan dana BOS yang terungkap antara lain
dalam bentuk pemberian bantuan transportasi ke luar negeri, biaya sumbangan
PGRI, dan insentif guru PNS.
Periode 2004-2009, kejaksaan dan
kepolisian seluruh Indonesia juga berhasil menindak 33 kasus korupsi terkait
dengan dana operasional sekolah, termasuk dana BOS. Kerugian negara dari kasus
ini lebih kurang Rp 12,8 miliar. Selain itu, sebanyak 33 saksi yang terdiri
dari kepsek, kepala dinas pendidikan, dan pegawai dinas pendidikan telah
ditetapkan sebagai tersangka.
Perubahan mekanisme penyaluran dana
BOS sesuai dengan mekanisme APBD secara tidak langsung mengundang keterlibatan
birokrasi dan politisi lokal dalam penyaluran dana BOS. Konsekuensinya, sekolah
menanggung biaya politik dan birokrasi.
Sekolah harus rela membayar sejumlah
uang muka ataupun pemotongan dana sebagai syarat pencairan dana BOS. Kepsek dan
guru juga harus loyal pada kepentingan politisi lokal ketika musim pilkada.
Dengan demikian, praktik korupsi dana BOS akan semakin marak karena aktor yang
terlibat dalam penyaluran semakin banyak.
3.2
Penyebab dan Akibat Masalah
Penyebab timbulnya masalah-masalah
dalam program BOS yaitu:
1. Pengalokasian dana tidak
didasarkan pada kebutuhan sekolah tapi pada ketersediaan anggaran. Hendaknya
pengalokasian dana didasarkan pada kebutuhan sekolah, agar tidak terjadi saling
tumpang tindih antara kebutuhan dengan anggaran yang disediakan. Adakalanya
sekolah yang kebutuhannya sedikit, dan ada sekolah yang kebutuhannya banyak.
Jika anggaran semua sekolah sama, di sekolah yang kebutuhannya sedikit akan
memancing timbulnya korupsi karena anggaran yang berlebih, sedangkan di sekolah
yang kebutuhannya banyak akan tetap mengalami kekurangan karena kebutuhannya
tidak terpenuhi.
2. Alokasi dana BOS ‘dipukul rata’
untuk semua sekolah di semua daerah, pada tiap sekolah memiliki kebutuhan dan
masalah berbeda
3. Korupsi dana pada tingkat pusat (Kemendiknas)
terutama berkaitan dengan dana safe guarding
4. Dinas pendidikan meminta sodokan
atau memaksa sekolah untuk membuat pengadaan barang kepada perusahaan tertentu
yang sudah ditunjuk dinas.
5. Kepala sekolah menggunakan dana
BOS untuk kepentingan pribadi melalui penggelapan, mark up, atau mark down.
6. Uang yang dikeluarkan oleh orang
tua murid cenderung bertembah mahal walaupun sudah ada dana BOS.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Jelas terlihat bahwa didalam implementasinya, fungsi pengawasan sangat kurang.
Tidak ada partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam proses
implementasi anggaran di semua tingkat penyelenggara, Kemendiknas, dinas
pendidikan, maupun sekolah. Pada tingkat pusat, proses penganggaran pun turut
dimonopoli oleh Kemendiknas, akibatnya kepentingan Kemendiknas lah yang lebih
terpenuhi, bukan mendahulukan yang perlu.
Penyebab yang lain misalnya pada
tingkat penyelenggara (Sekolah dan perguruan tinggi), tidak ada aturan mengenai
mekanisme penyusunan anggaran, warga dan stakeholder tidak memiliki akses untuk
mendapat informasi mengenai anggaran sehingga mereka tidak bisa melakukan
pengawasan. Lembaga pengawasan internal seperti Itjen, Bawasda, Bawasko, pun
tidak mampu menjalankan fungsi. Serta pada tingkat sekolah, semua kebijakan
baik akademis maupun finansial direncanakan dan dikelola kepala sekolah, dan
komite sekolah dibajak oleh kepala sekolah sehingga menjadi kepanjangan tangan
kepala sekolah.
Penulis berpendapat, cara
penyelewengan dana BOS yang paling bisa terjadi adalah melalui setoran awal
kepada dinas sebelum dana BOS dicairkan atau didalam sekolah itu sendiri
berhubung sekolah tidak melakukan kewajiban mengumumkan APBS (Anggaran
Pendapatan Belanja Sekolah) pada papan pengumuman sekolah. Selain itu,
penyusunan APBS terutama pengelolaan dana bersumber dari BOS kurang melibatkan
partisipasi orang tua murid. Akhirnya, kebocoran dana BOS di tingkat sekolah
tidak dapat dihindari. Serta dokumen SPJ (Surat Pertanggungjawaban) dana BOS
yang kurang atau bahkan tidak dapat diakses oleh publik apabila ada kebutuhan
informasi atau kejanggalan dalam pengelolaan dana BOS.
3.3 Solusi Permasalahan
Permasalahan yang muncul dalam
pengelolaan dana BOS memang sudah banyak disinyalir di beberapa tempat, namun
tentunya juga hal ini tidak bisa digeneralisasikan di semua tempat dan kondisi
penyalahgunaan wewenang tersebut terjadi, namun jika dilihat dari segi peluang
atau kesempatan, banyak sekali peluang yang bisa digunakan oleh oknum untuk
bisa melakukan penyelewengan. Oleh karena itu hal yang paling penting adalah
meminimalisir kesempatan dan peluang supaya tidak bisa terjadi dan tidak ada
kesempatan oknum untuk keluar dari aturan yang sudah berlaku.
Menghapuskan kebijakan pendidikan
yang bersubsidi jelas bukan menjadi solusi, karena memang pada intinya
pendidikan adalah kebutuhan primer yang harus terpenuhi, dan juga Undang-Undang
kita telah mengamanatkan untuk memberikan layanan gratis untuk pendidikan
dasar. Oleh karena itu, penghapusan sama sekali kebijakan BOS bukan merupakan
solusi bagi kemelut pengelolaan dana BOS.
Namun, setidaknya ada beberapa
langkah yang kemungkinan bisa diambil oleh pemerintah untuk menanggulangi
permasalahan ini diantaranya :
1. Peninjauan Kembali Kebijakan
UUD 1945 menyatakan bahwa pendidkan
adalah hak bagi semua warga, terlebih pendidikan dasar untuk wajib belajar
Sembilan tahun menjadi hak utama bagi warga Negara dan Negara wajib
mengusahakan pembiayaannya. Ini menjadi amanat besar dan latar belakang utama
kenapa dana BOS hadir dalam proses pendidikan wajib belajar 9 tahun. Namun pada
kenyataannya tidak semua sekolah dan tidak semua warga Negara membutuhkan dan
harus diberi subsidi untuk pendidikan dasar ini, hal ini terbukti dengan
beberapa sekolah yang tidak menerima dana BOS, tapi tetap menjual
kualitas kepada customernya.
Peninjauan kembali bukan berarti
penghapusan program, tapi pembaharuan design program BOS bisa menjadi solusi.
Bisa saja pemerintah mengatur kembali pendanaan untuk sekolah yang sudah maju
secara financial dan juga aturan yang khusus untuk warga Negara yang sudah
tidak layak untuk mendapatkan subsidi.
2. Dana Berkeadilan
Adil bukan berarti sama rata, bisa
saja besaran antara yang satu dengan yang lainnya berbeda, tapi secara teknis
dan hakikatnya besaran itu bisa mencukupi serta bisa digunakan secara efektif
dan efisien. Oleh karena itu dana yang berkeadilan sudah saatnya diberlakukan
untuk pengelolaan subsidi pendidikan. Tidak sepantasnya peserta didik yang
orang tuanya mampu secara financial, tapi masuk dan bersekolah di sekolah yang
mendapatkan subsidi dari pemerintah, sehingga disini dibutuhkan peran serta
dari sekolah untuk benar-benar mendata peserta didik yang layak disubsidi.
Jika dana berkeadilan ini
benar-benar diterapkan dalam system pengelolaan dana subsidi pendidikan, bisa
saja kedepan orang tua akan beranggapan jika dia tergolong kedalam warga yang
layak mendapatkan subsidi maka dia harus menyekolahkan anaknya pada sekolah
bersubsidi, sedangkan untuk warga yang tidak masuk kedalam kategori layak
subsidi menyekolahkan anaknya ke sekolah yang tidak bersubsidi. Sehingga
konsentrasi dana akan benar-benar terarahkan untuk peningkatan kualitas
pendidikan, dan tidak ada kesenjangangn kualitas antara sekolah yang bersubsidi
dengan sekolah yang tidak bersubsidi. Namun tentunya dana berkeadilan ini
dibutuhkan sifat manusia Indonesia yang baik, tidak mendahulukan ego dalam
bertindak dan sadar akan kepentingan umum atau social.
3. Pengwasan yang Efektif dan Efisien
Pengawasan merupakan salah satu
fungsi manajemen atau administrasi. Pengawasan merupakan tindakan yang
berfungsi untuk memperhatikan kondisi yang terjadi di lapangan dengan kondisi
yang diharapkan dari pembuat kebijakan. Kebijakan subsidi pendidikan yang
tertuang dalam program BOS sudah seharusnya mendapatkan pengawasan yang baik
dari pemerintah, karena ini merupakan program atau kebijakan pemerintah,
sehingga perhatian untuk proses pengawasan pun harus diperhatikan. Selama ini
pengawasan yang terjadi pada pengelolaan dana BOS cukup pada tataran pelaporan
saja, sedangkan implementasi kenyataan di lapangan masih kurang, pihak
pengawas, kantor dinas atau pemerintah, merasa cukup dengan laporan yang ada
diatas kertas saja, padahal jika dilihat di lapangan, belum tentu sesuai dengan
apa yang ada dalam laporan, sehingga disini benar-benar dibutuhkan pengawasan
yang efektif dan efisien untuk menanggulangi penyalahgunaan wewenang dalam
penggunaan dana BOS. Pengawsan melekat dan pengefektifan tenaga pengawasan yang
ada bisa jadi menjadi solusi bagi pengawasan yang efektif.
4. Pendampingan Dari Ahli Yang Kompeten
Tidak sedikit juga sekolah yang
melakukan kesalahan dan penyelewengan tidak dengan sengaja, ada juga factor
ketidktahuan, atau ketidaksengajaan, sehingga oleh oknum-oknum pendidikan
diperdaya dan disalahgunakan. Oleh karena itu, pendampingan dari ahli yang
kompeten bisa menjadi solusi untuk masalah ini. Ahli yang dimaksud bukan hanya
professor atau dosen dari ahli keuangan, tapi minimal orang atau lembaga social
yang faham pengelolaan pendidikan, sehingga pemahaman terhadap pengelolaan
pendidikan akan menajdi dasar yang kuat bagi teknis pelaksanaan pengelolaan
dana BOS. Hal ini dikarenakan di sekolah belum ada tenaga professional yang
menangani manajemen sekolah, tenaga yang ada hanyalah lulusan SMA atau bahakan
SMP, sedangkan untuk mengelola dana sebesar ini dibutuhkan beberapa kompetensi
yang utama, disamping tentunya kompetensi manajerial.
Pendampingan bisa saja dari
mahasiswa Administrasi Pendidikan, atau lembaga social lainnya yang bisa ikut
mengawal dan menjadi mitra pendamping bagi sekolah. Hal ini bisa saja menekan
penyalahgunaan dan ketidak tepatan penggunaan dana BOS di sekolah, terlebih
lagi di daerah yang kemampuan guru dan tenaga kependidikan lainnya relatif
berbeda dengan sekolah yang sudah lain.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pendidikan merupakan kebutuhan
primer bagi manusia. Pendidikan juga memegang peran penting dalam pembangunan,
sehingga kemajua pendidikan sangat dibutuhkan bagi suatu bangsa yang ingin
menuju kemajuan. Untuk kemajuan pendidikan, dibutuhkan konsentrasi yang tinggi
dari berbagai elemen bangsa terutama pemerintah. Dalam UUD 1945, dinyatakan
bahwa pendidikan merupakan hak bagi setap warga Negara, dan untuk program wajib
belajar pendidikan dasar, pemerintah berkewajiban untuk mengupayakan
pendanaannya. Selain itu, Perkembangan pendanaan pemerintah melalui APBN
mengalami perkembangan, pengurangan subsidi untuk BBM mempengaruhi besaran
subsidi untuk bidang lainnya, begitu juga dengan pendidikan, salah satu hasinya
yaitu adanya pendanaan Bantuan Operasioanl Sekolah (BOS) dalam pendidikan.
Mekanisme pencairan BOS pada awalnya
berasal dari pusat, tapi sejak pertengahan 2010 dana BOS ditransfer ke
pemerintah daerah yang akan menjadi sumber APBD. Shingga saat ini
sekolah-sekolah tidak menerima langsung dari rekening pusat, tapi bersumber
pada APBD. Penggunaan dana BOS diperuntukan bagi seluruh biaya operasional ruti
sekolah, sedangkan untuk biaya pembangunan tidak berasal dari BOS.
Penyalahgunaan pengelolaan dana BOS
banyak ditemukan di beberapa daerah, kasus yang paling sering adalah
penggelembungan jumlah siswa, penyalahgunan dana, dan bahkan data dan pelaporan
fiktif sering menghiasi surat kabar tentang penyelewengan dana BOS. Hal ini
bisa juga dipicu oleh system yang berjalan, lemahnya pengaawasan dan
partisipasi public yang kurang, sehingga menyebabkan tujuan dari adanya subsidi
BOS sendiri menjadi kurang dan cenderung berkurang kebermanfaataannya.
Untuk itu diperlukan tindakan
preventif dari setiap lembaga dan elemen dari bangsa ini untuk kemajuan dan
pengefektifan pengelolaan dana BOS. Diantaranya solusi yang kami tawarkan
adalah kembali mengkaji kebijakan yang sudah ditetapkan, karena satu kebijakan
tidak mungkin langsung cocok pada tataran implemntasi. Selain itu, kebijakan
dana berkeadilan juga bisa menjadi salah satu solusi dari permasalahan, karena
kondisi orang tua dan siswa serta sekolah tidak semua sama, sehingga yang mendapatan
subsidi adalah orang-orang yang benar-benar layak mendapatkan subsidi.
Pengawasan yang lebih efektif dan efisien juga mendukung pencapaian tujuan dana
BOS. Solusi lain yang bisa dicoba adalah pendampingan oleh ahli yang kompeten
bisa mempermudah pengelolaan dan efektifitas penggunaan dana BOS, mahasiswa
Administrasi Pendidikan, serta ahli dalam bidang manajerial pendidikan bisa
menjadi pendamping utama dan ikut membantu dalam mengarahkan, hal ini
dikarenakan kurangnya tenaga profesioanal terkait administrasi dan manajemen
sekolah yang ada di sekolah.
4.2 Saran
Dari pemaparan makalah kami ini kami
bisa sedikit memberikan saran kepada bebrpa pihak, baik pemabaca, pelaku
pendidikan, ataupun pelaksana teknis pendidikan, diantaranya :
1. Para stakeholder pendidikan (guru,
kepala sekolah, siswa, orang tua murid, masyarakat) harus ikut mengawasi dan
berpartisipasi aktif dalam proses pengelolaan dan BOS. Hal ini akan sangat
berpengaruh kepada efektifitas penggunaan dan BOS.
2. Para pelaku pendidkan atau pihak
lembaga pendidikan untuk bisa kooperatif dan terbuka, asas tranparansi dan
akuntabilitas harus dijadikan patokan dalam pengelolaan dana BOS.
3. Kepada pemangku kebijakan untuk
tetap mengkaji dan mengevaluasi kbijakan yang dikeluarkan, termasuk efektifitas
pengelolaan dana BOS.
DAFTAR
PUSTAKA
Langganan:
Postingan (Atom)